PERANGURU DALAM PENDIDIKAN MULTIKULTURAL Tugas ini disusun untuk memenuhi: Mata Kuliah : Pendidikan Mutikulturaisme dalam Islam Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Munir Mulkhan, S.U. MAKALAH Disusun Oleh: Famella Muti Septiana (1420411047) 3 PAI C-Mandiri PROGRAM PASCASARJANA KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free JURNAL MEDIAPSI VOLUME 1 NOMOR 1, DESEMBER 2015, HAL 59-66 59 PERBEDAAN POLITICAL AWARENESS DILIHAT DARI PERAN GENDER PEMILIH PEMULA Rojihah, Lusy Asa Akhrani, Nur Hasanah Rojihahjeje Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya ABSTRAK Tuntutan adanya kesetaraan gender dalam bidang politik yang disuarakan oleh gerakan feminis di Indonesia pada akhirnya membuahkan hasil. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan affirmatif action, yaitu memberi kuota 30% bagi perempuan dalam persaingan politik di Indonesia. Pemuda sebagai pemilih pemula adalah agent of change, moral force, iron stock dan social control yang memiliki kontribusi besar untuk mewujudkan kebangkitan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan kesadaran politik dilihat dari peran gender pemilih pemula. Desain enelitian ini menggunakan metode kuantitatif komparasi. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan skala political awareness serta skala peran gender. Reliabilitas menggunakan formula Cronbach Alpha. Uji asumsi penelitian ini menggunakan uji normalitas dengan formula Kolmogorov Smirnov dan uji homogenitas dengan Levene’s test. Uji Hipotesis menggunakan anova satu jalur one way anova menggunakan bantuan SPSS for widows. Hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang tidak signifikan karena p > 0,05 yang menunjukkan bahwa political awareness tidak bisa dibedakan berdasarkan peran gender. Kata kunci political awareness, gender, pemilih pemulaWacana tentang keterlibatan perempuan dalam politik masih menjadi perdebatan tersendiri di kalangan masyarakat. Namun, jika dilihat dari perkembangannya sendiri, kehadiran perempuan dalam dunia politik bisa dijadikan sebuah indikasi bahwa negara tersebut telah terjadi kemajuan demokrasi. Tuntutan adanya kesetaraan gender dalam bidang politik yang disuarakan oleh gerakan feminis di Indonesia pada akhirnya membuahkan hasil. Menurut Azis 2013 Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan affirmatif action, yaitu memberi kuota 30% bagi perempuan dalam persaingan politik di Indonesia yang termaktub dalam Undang-Undang Pemilu No. 12 Pasal 65 Tahun 2003. Pemuda sebagai pemilih pemula adalah agent of change, moral force, iron stock dan social control yang memiliki kontribusi besar untuk mewujudkan kebangkitan bangsa. Data Komisi Pemilihan Umum KPU menunjukkan, jumlah pemilih pemula pemilu 2014 yang berusia 17 sampai 20 tahun sekitar 14 juta orang. Kesadaran politik merupakan kondisi psikologis yang tanggap terhadap segala hal yang berkaitan dengan kehidupan bernegara. adanya kesadaran politik pada masyarakat memungkinkan mereka untuk menjadi anggota masyarakat yang menurut Almond 1999 berbudaya politik partisipan yakni orang-orang secara aktif melibatkan diri dalam kehidupan politik. Perbedaan Political Awareness Dilihat dari Peran Gender Pemilih Pemula JURNAL PSIKOLOGI MEDIAPSI 60 Menurut Syamsuddin Dja’far,2008 aktif dalam kehidupan politik tidak perlu diartikan bahwa warga negara harus terjun berpolitik praktis. Setidaknya masyarakat memiliki pengetahuan yang memadai tentang sistem politik sehingga mereka sadar dan memahami kemana mereka akan dibawa. Kesadaran politik dipercaya sebagai modal minimal dalam kehidupan bernegara, dengan memiliki kesadaran politik yang memadai, rakyat bisa menilai dan bereaksi terhadap gejala-gejala politik yang ada disekitarnya baik positif dan negatif. Ruang publik dalam konteks ruang politik yang didominasi laki-laki adalah karena dorongan kebudayaan yang belum berpihak kepada perempuan. Hubungan perempuan dan politik tidak lepas dari image dan konstruksi sosial perempuan dalam relasi masyarakat. Image yang selama ini muncul di benak masyarakat adalah perempuan tidak layak masuk ke dunia politik karena politik itu kejam, keras dan penuh debat, yang hal itu hanya layak dan bisa dipenuhi oleh laki-laki. Sehingga peneliti berasumsi bahwa hal demikian juga dipengaruhi oleh kesadaran politik yang berbeda antara laki-laki maupun perempuan. Kesadaran politik merupakan kondisi psikologis yang tanggap terhadap segala hal yang berkaitan dengan kehidupan bernegara. adanya kesadaran politik pada masyarakat memungkinkan mereka untuk menjadi anggota masyarakat yang menurut Almond 1990 berbudaya politik partisipan yakni individu-individu secara aktif melibatkan diri dalam kehidupan politik. Pemilih pemula belum mempunyai bekal pengetahuan yang cukup terhadap suatu organiasi yang mengarah dibidang politik berbeda dengan pemilih yang sudah pernah terlibat aktif dalam pemilihan umum. kurangnya sosialisasi politik dari lingkungan sekolah dan masyarakat, kurangnya sosialiasi erta simulasi pemilihan umum yang dilakukan KPU Komisi Pemilihan Umum kepada pemilih pemula, sehingga kesadaran politik masih belum maksimal Tyas & Harmanto, 2014. Kesadaran politik secara konsisten dikaitkan dengan pengetahuan individu tentang berbagai isu dan fenomena politik, oleh karena itu setiap kali pengetahuan ini diperkaya, kemampuan untuk lebih memahami masalah politik meningkat, yang disebut kesadaran politik. Perkembangan politik di masyarakat umumnya diukur dengan kesadaran politik yang membantu mengembangkan gerakan demokrasi dan politik negara. sehingga berdasarkan fenomena di atas dilakukan penelitian tentang perbedaan tingkat kesadaran politik antara laki-laki dan perempuan pada pemilih pemula karena pemilih pemula baik laki-laki maupun perempuan merupakan pemilih yang baru pertama kali memiliki hak suara karena faktor usia, yang berdasarkan asumsi penulis pemilih pemula belum begitu mengenal dunia politik serta memiliki kemungkinan menjadi target kampanye politik pada periode ini sehingga penelitian ini diharapkan mampu menjadi salah satu sumber untuk membuat kebijakan yang memiliki nilai untuk mempertimbangkan kesadaran politik pada pemilih pemula dilihat dari gender berdasar perspektif psikologi politik. METODE Partisipan dan Desain Penelitian Penelitian ini melibatkan keseluruhan dari Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang termasuk dalam kategori pemilih pemula pada ROJIHAH, AKHRANI & HASANAH JURNAL PSIKOLOGI MEDIAPSI 61 pemilu 2014 secara spesifik merupakan angkatan 2011, 2012 dan 2013 sebagai populasi, sedangkan sampel penelitian menggunakan teknik non probability sampling, yaitu dengan purposive sampling. Pemilihan sampel dengan menggunakan teknik purposive dilakukan karena sampel yang terpilih harus memiliki karakteristik-karakteristik khusus sesuai dengan tujuan dari penelitian. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yang bersifat komparasi atau perbedaan, yaitu jenis penelitian yang bertujuan untuk membedakan atau membandingkan hasil penelitian antara dua atau lebih kelompok penelitian. Penggunaan teknik purposive sampling pada penelitian ini didasarkan pada penilaian terhadap karakteristik-karakteristik yang dimiliki oleh anggota dalam populasi yang dianggap mampu memberikan informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian atau menjawab penelitian, karena memiliki karakteristik yaitu, 1 Mahasiswa Fisip Universitas Brawijaya angkatan 2011, 2012 dan 2013, 2 berusia 17-21 tahun pada tahun 2014, 3 Menghadapi pemilu legislatif maupun pemilu presiden pertama kali tahun 2014 saat penelitian, peneliti memustuskan untuk mengambil sampel sebanyak 125 mahasiswa yang terdiri dari 50 mahasiswa laki-laki dan 75 mahasiswa perempuan. Instrumen Penelitian Metode pengumpulan data dengan skala digunakan untuk mengukur data yang berupa konsep psikologis Azwar, 2012. Hal tersebut dapat diungkap melalui indikator-indikator untuk kemudian disusun berupa aitem-aitem pertanyaan atau pernyataan. Melalui skala tersebut, atribut-atribut tertentu dapat diungkap melalui respon pertanyaan ukur yang digunakan dalam penlitian ini adalah sebanyak dua skala yaitu skala peran gender yang diadaptasi dari penelitian sebelumnya milik Wathani 2009 yang diadaptasi dari skala milik Bem yaitu BSRI Bem Scale Role Inventory meliputi aspek maskulin, feminin dan androgini dengan item sejumlah 29 item. Hasil uji coba skala peran gender menunjukkan bahwa alat ukur valid dan reliabel dengan koefisien reliabilitas sebesar 0, alat ukur political awareness disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan dimensi menurut Agboola dan Adekeye Abonu, Agunlade & Yunusa, 2013 dengan keseluruhan item berjumlah 20 item. Nilai koefisien reliabilitas untuk skala political awareness sebesar 0,847. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan memberikan skala kepada subjek penelitian, yaitu mahasiswa FISIP Universitas Brawijaya Malang angkatan 2011, 2012 dan 2013 yang sesuai dengan karakteristik subjek penelitian. Analisis Data Analisis data menggunakan one-way ANOVA untuk mengetahui apakah sampel kelompok tersebut sama atau berbeda. Selanjutnya data diolah dengan menggunakan bantuan program SPSS for windows. HASIL Uji asumsi Skala diberikan kepada subjek dengan jumlah 177 mahasiswa yang sesuai dengan karakteristik subjek penelitian, kemudian diseleksesi hingga tersisa 125 mahasiswa yang memenuhi karakteristik penelitian, 32 mahasiswa sisanya gugur karena tidak memenuhi salah satu Perbedaan Political Awareness Dilihat dari Peran Gender Pemilih Pemula JURNAL PSIKOLOGI MEDIAPSI 62 karakteristik penelitian yaitu belum pernah mengikuti pemilu legislatif pada tahun 2014. Uji asumsi terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas meliputi persebaran data pada satu variabel yaitu, variabel bebas political awareness. Selanjutnya juga dilakukan uji homogenitas untuk mengetahui apakah populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah homogen sejenis atau tidak. Uji normalitas dan uji homogenitas pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan SPSS Statistical Package for Social Science version for windows. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah populasi data terdistribusi secara normal atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini akan dianalasis menggunakan tes Kolmogorov-Sminov dengan bantuan SPSS Statistical Package for Social Science version for windows dengan tingkat signifikansi 0,05. Populasi data dikatakan terdistribusi secara normal apabila hasil tes Kolmogorov-Sminovp> 0,05. berikut ini adalah hasil uji normalitas Kolmogorov-Sminovdengan bantuan SPSS Statistical Package for Social Science version for windows. Hasil uji noormalitas dengan tes Kolmogorov-Smirnov pada masing-masing variabel dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini. Tabel 1 Hasil Uji Normalitas Berdasarkan tabel 1 menunjukkan hasil dari uji Kolmogorov-Smirnovpada variabel political awareness menunjukkan angka 1,073 dengan nilai signifikansi 0,200 yang berarti p > 0,05 0,200> 0,05 maka populasi data dikatakan terdistribusi normal. Uji Homogenitas Uji homogenitas diperlukan untuk mengetahui apakah populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah homogen sejenis atau tidak. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan Levene’s Test, alasan menggunakan metode Levene’s test karena penelitian ini hanya membandingkan dua varians. Data dikatakan homogen jika signifikansi yang diperoleh > 0,05. Hasil uji linieritas dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini. Tabel 2 Hasil Uji Homogenitas Berdasarkan tabel 2 dapat disimpulkan bahwa pada variabel dependen political awareness hasil Levene’s testsebesar 0,922dan nilai signifikansi sebesar 0,433 sehingga data dikatakan homogen sejenis karena 0,433> 0,05. ROJIHAH, AKHRANI & HASANAH JURNAL PSIKOLOGI MEDIAPSI 63 Hasil Uji Hipotesis Uji hipotesis pada penelitian ini adalah menguji perbedaan political awareness dilihat dari peran gender pemilih pemula dengan menggunakan uji one way anova anova satu jalur dilanjutkan dengan post-hoc test menguji tiap dua kelompok dengan bantuan SPSS Statistical Package for Social Science version for windows. Selanjutnya uji one way anova menunjukkan hasil sebagai berikut Tabel 3 Hasil uji one way anova Between Groups Within Groups Berdasarkan tabel 3 menunjukkan hasil uji one way anova pada variabel dependen political awareness. Sum of squares atau jumlah kuadrat dari deviasi masing-masing pengamatan menunjukkan nilai 68,401 untuk variansi antar kelompok sedangkan nilai 3286,799 untuk variansi dalam kelompok. derajat kebebasan antar kelompok berjumlah tiga sedangkan derajat kebebasan dalam kelompok berjumlah 21. Mean square atau rata-rata kuadrat antar kelompok menunjukkan nilai 22,800 sedangkan rata-rata kuadrat dalam kelompok menunjukkan nilai 27,164. F empiris pada penelitian ini bernilai 0,839 dan Signifikansi pada uji one way anova ini menunjukkan nilai 0,475 yang berarti hasil dari uji one way anova ini tidak signifikan karena sig > 0,05 yaitu 0,475 > 0,05. Sehingga bisa ditarik kesimpulan bahwa hipotesaa alternatif dari penelitian ini ditolak sedangkan hipotesaa awal diterima Ha ditolak, H0 diterima. Peneliti selanjutnya mencoba menggunakan Multiple comparison melalui post hoc test dependen variabel political awreness dan menunjukkan hasil sebagai berikut Tabel 4 Hasil Post Hoc Tests I Peran gender- J Peran gender Perbedaan rata-rata I-J Tabel 4 menunjukkan hasil pengujian terhadap dua kelompok penelitian. Perbedaan rata-rata antara peran gender feminin dibandingkan dengan peran gender maskulin bernilai 0,328, standar error menunjukkan nilai 1,655 dan nilai signifikansi sama-sama menunjukkan nilai 0,843 yang berarti sig > 0,05 yaitu 0,843 > 0,005 maka hasilnya tidak signifikan atau H0 diterima sedangkan Ha ditolak. Kesimpulan dari masing-masing uji hipotesa yang dilakukan baik uji one way anova maupun post hoc tests sama-sama menunjukkan bahwa hasil penelitian ini tidak signifikan karena sig > 0,05 yang berarti hipotesa awal penelitian diterima sedangkan hipotesa alternatif dari peneliti ditolah H0 diterima Ha ditolak, berarti variabel dependen berupa political awarenss tidak dapat dibedakan menurut peran gender. Perbedaan Political Awareness Dilihat dari Peran Gender Pemilih Pemula JURNAL PSIKOLOGI MEDIAPSI 64 DISKUSI Penelitian ini melibatkan 125 mahasiswa yang terdiri dari 55 orang mahasiswa dan 70 mahasiswi sebagai sampel penelitian, berdasarkan skala peran gender yang diberikan didapatkan hasil peran gender maskulin sebanyak 14 orang, feminin sebanyak 34 orang, androgini sebanyak 33 orang dan undifferentiated sebanyak 44 orang. Syarat diterimanya hipotesa adalah ketika nilai sig 0,05 yaitu pada uji one way anova yang menunjukkan 0,475 > 0,05 sehingga hasil yang diperoleh dikatakan tidak signifikan, begitu pula ketika di uji melalui post hoc tests menunjukkan nilai 0,485 > 0,05 sehingga dapat dapat ditarik kesimpulan melalui uji one way anova maupun post hoc test hasil data penelitian ini dikatakan tidak signifikan yang berarti political awareness tidak dapat dibedakan menurut peran gender seseorang. Surbakti 2010 menyatakan bahwa kesadaran politik adalah kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara, hal ini menyangkut pengetahuan seseorang tentang lingkungan masyarakat dan politik dan menyangkut minat dan perhatian seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik tempat ia hidup. Graber Ibagere, 2013 mengungkapkan bahwa kesadaran politik adalah mempelajari, menerima serta mengakui kebiasaan, aturan, struktur dan faktor lingkungan kehidupan politik pemerintahan. Seorang warga negara yang memiliki kesadaran politik akan sadar untuk memberikan hak suaranya di dalam pemilu, memantau kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dan mengajukan kritik terhadap pemerintah manakala ia melihat pemerintah tidak memberikan hak-hak yang seharusnya ia dapat sebagai seorang warga negara. International Journal of Education and Research vol. 1 tahun 2013 yang berjudul Assesment of Political Awareness Among Students of Social Studies in Nigerian Secondary School for citizenship oleh Abonu, Ogundale & Yunusa membahas tentang investigasi dari enam area geopolitik di Nigeria melibatkan pelajar JSSIII sebagai subjek. Alat ukur yang digunakan yaitu cognitive aspect of political awareness in social study education CAPASSE, effective aspect of political awareness in social study education AAPASSE dan terakhir psychomotor aspect of political awareness in social study education PAPASSE. Hasil dari penelitian ini menggunakan one way analysis of variance ditemukan bahwa tidak ada indikasi perbedaan signifikan antara hasil dari CAPASSE, AAPASSE dan PAPASSE. Peneliti berasumsi bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya suatu kesadaran politik seorang individu, seperti umur, jenis kelamin, dan status pendidikan sehingga dijadikan sebagai data demografis dalam skala penelitian. Hasil penelitian menemukan bahwa tingkat pendidikan dan serta mudahnya akses komunikasi yang menentukan ada atau tidaknya perbedaan peran gender terhadap political awareness, subjek pada penelitian ini terdiri dari mahasiswa yang sama-sama menempuh pendidikan Strata satu di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya meskipun mereka subjek terbagi-bagi dalam berbagai macam jurusan yaitu ilmu komunikasi, sosiologi, psikologi, hubungan internasional, ilmu politik dan ilmu pemerintahanan. Selain itu mudahnya akses informasi dan komunikasi juga memiliki peran yang besar terhadap penerimaan pengetahuan ROJIHAH, AKHRANI & HASANAH JURNAL PSIKOLOGI MEDIAPSI 65 mengenai politik karena pada tahun pertama perkuliahan semu jurusan dan program studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik memberikan mata kuliah pengantar ilmu politik, sehingga kedua faktor tersebut yang menurut asumsi peneliti menjadi penyebab tidak adanya perbedaan political awareness pada penelitian ini. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melibatkan subjek dengan karakteristik yang berbeda misalnya, mahasiswa yang lebih beragam tidak hanya dari Fakultas Ilm Sosial dan Ilmu Politik, tetapi juga dari fakults eksakta misalnya Kedokteran, Pertanian, Perikanan dan lain sebagainya. Subjek yang beraneka ragam nantinya diharapkan dapat merepresentasikan mengenai political awareness yang beragam pula. KESIMPULAN 1. Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan political awareness antara peran gender maskulin dan peran gender feminin berdasarkan hasil analisis menunjukkan p> 0,05 yaitu 0,475> 0,05.. 2. Analisis tambahan dari penelitian ini, peneliti juga melihat perbandingan antara tipe peran gender lainnya yaitu androgini dan undifferentiated dan didapatkan hasil yang tidak berbeda dengan perbandingan tipe peran gender lainnya, yaitu tidak ada perbedaan signifikan, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa political awareness tidak dapat dibedakan menurut peran gender. DAFTAR PUSTAKA Almond, Verba S. 1990. Budaya Politik, Tingkah Laku Politik dan Demokrasi di Lima Negara. Bumi Aksara Jakarta. Azis, A. 2013. Dilema Keterwakilan Perempuan dalam Parlemen. Yogyakarta Rangkang Education. Azwar, S. 2012.Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta Pustaka Pelajar. Baron, Robert A & Byrne, Donn. 2004.Psikologi Sosial. Jakarta Erlangga. D. N. Abonu., Agunlade & Yunusa. 2013. Assesment of Political Awareness Among Students of Social Studies in Nigerian Secondary Schools for Citizenship. International Journal of education research, 1, p1-10. Dja’far, Y. 2008. Peranan Pers dalam Meningkatkan Kesadaran Politik Masyarakat. Jurnal ilmiah Dinamika, 1, hal1-4. Ibagere, E. 2013. The Mass Media, Nigerian’s Political Awareness and Their Capacity to Make Political Choices. European Journal of Arts and Humanities. 12, p68-78. Poerwanti, E. 2000. Pendekatan Kuantitatif dalam Penelitian Perilaku. Malang Universitas Muhammadiyah Malang. Surbakti, R. 2010. Memahami Ilmu Politik. Jakarta PT. Grasindo. Tyas, & Harmanto. 2014. Peran Orang Tua dalam Menanamkan Perbedaan Political Awareness Dilihat dari Peran Gender Pemilih Pemula JURNAL PSIKOLOGI MEDIAPSI 66 Kesadaran Politik pada Anaknya sebaga Pemilih Pemula di Kelurahan Tambakrejo Kecamatan Simokerto Surabaya. Jurnal Kajian Moral dan Kewarganegaraan, 1, hal 273-289 Wathani, F. 2009. Perbedaan Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Pakaian Ditinjau dari Peran Gender. Skripsi Universitas Sumatera Utara. Tidak ditebitkan. ... The homogeneity test was carried out using the Leneve's test with the SPSS 16 program, the reason for using the Leneve's test method was because this study only compared two variances. The data is said to be homogeneous if the significance obtained is > [27]. ...Farralia RamadhaniYetri YetriIrwandani IrwandaniThis study aims to see the effect of using the two stay two stray learning model assisted by an innovative module on the cognitive learning outcomes of students on the topic of simple machines. This quantitative study used a quasi-experimental design with a pretest-posttest control group design. This study consisted of 2 classes, class VIII A as the experimental class and class VIII B as the control class. The results showed that the average of the cognitive test of the experimental class was and the control class was The results of data processing using the Mann Whitney test with a sig level of revealed that the results of tailed were less than which means that there is a difference in the posttest average value of students’ cognitive learning outcomes in the control and experimental RamayaniFerizaldi FerizaldiOne of the tasks that need to be considered in enforcing a disciplined and conducive work situation in a government agency is the frequency of the presence of State Civil Apparatus. The frequency of attendance is now controlled through the FingerPrint Attendance system. This study aims to explore the effect of Fingerprint Attendance on the Discipline of the State Civil Apparatus at the Education and Culture Office of Lhokseumawe City. The research method employed was quantitative with a saturated sampling technique census and the sample participants were all respondents who are all State Civil Apparatuses within the Education and Culture Office of Lhokseumawe City. The data analysis method used was simple linear regression analysis. The results of this study indicated that Fingerprint Attendance has a positive and significant effect on the discipline of the State Civil Apparatus, this is evidenced by the results of the t-test partial test obtained by comparing the significant value in the t-test table with a significance level of obtained < the result was that the H1 was accepted. Based on the results of the coefficient of determination test R2, the coefficient of determination R2 is 28%.Nanda SeptianaThis study focuses on whether there is an effect of small group work learning strategies on thematic learning outcomes and how much influence small group work learning strategies have on thematic learning outcomes of class V SDNU Bangil students. This research method uses quantitative correlation with data collation techniques through questionnaires, observations, interviews, and documentation and data analysis using product moment correlation statistics. From the results of this study indicate that the learning strategy of small group work on thematic learning outcomes of class V SDNU Bangil students has no effect that before the small group work learning strategy was carried out, 30% grade V students did not achieve the Minimum Completeness Criteria KKM, while after 32% implementation of small group work learning strategies that did not reach the KKM. As the results of the data analysis obtained that first, there is no effect of small group work learning strategies on thematic learning outcomes of class V SDNU Bangil students, this is evidenced by the value of statistical data results which show that "r" work ie is more the size of the "r" product moment table where N = 28 in the 95% confidence interval is and in the 99% confidence interval a value of is obtained, it can be said that there is no influence between variable X and variable Y. Thus the working hypothesis the writer used stated that there was no effect of small group work learning strategies on thematic learning outcomes of class V SDNU Bangil students "not accepted". Second, the influence of small group work learning strategies on thematic learning outcomes of class V SDNU Bangil students is low. This is evidenced by the results of statistical data analysis which shows that the "r" of work is in the coefficient interval - agen perubahan, mahasiswa dituntut untuk memiliki kesadaran politik yang baik. Dengan kesadaran politik yang baik maka mahasiswa memiliki kesadaran akan posisinya dalam sebuah tatanan kehidupan bernegara yang lebih lanjut memperkuat sistem demokrasi negara tersebut. Selama ini kesadaran politik diukur melalui tingkat partisipasi pemilu dan indeks demokrasi Indonesia IDI khusus aspek hak-hak politik. Pengukuran tersebut merupakan pengukuran tidak langsung yang terkadang menghasilkan tingkat kesadaran politik yang berbeda-beda. Oleh karena itu diperlukan suatu indeks khusus untuk mengukur tingkat kesadaran politik seseorang. Karenanya melalui studi di Politeknik Statistika STIS penelitian ini bertujuan mendeskripsikan variabel yang mempengaruhi tingkat kesadaran politik seseorang dan menjelaskan gambaran umum tingkat kesadaran politik mahasiswa Politeknik Statistika STIS menggunakan indeks kesadaran politik IKP. Pengukuran IKP menggunakan kuesioner yang terdiri 36 item pertanyaan yang mencakup dimensi kognitif, afektif, dan psikomotor. Data dikumpulkan pada 4 Juni 2020 dengan unit analisis sebanyak 140 sampel mahasiswa Politeknik Statistika STIS yang diiambil menggunakan metode Stratified Circular Systematic Sampling. Hasil analisis menemukan bahwa tingkat kesadaran politik mahasiswa Politeknik Statistika STIS tergolong sedang atau cukup baik dengan masing-masing dimensi yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor secara berurutan termasuk dalam kategori tinggi, rendah, dan tinggi. Elo IbagereDemocracy and political development are issues that are critical to Nigeria as a nation. Success in this regard depends, to a large extent, on political information and the people's awareness and understanding of issues that determine the people's political choice. This paper examines Nigerians' political awareness, their capacity to make their political choice and the role of the media in this configuration. The paper submits that the level of the people's awareness is low and consequently, they do not possess the capacity to make the right political choice. The media are equally unable to play their role in increasing the people's political awareness and their capacity to make a good choice. This is as a result of numerous challenges facing the media. The paper finally recommends full democratization of the media as a way of making the media play their political Keterwakilan Perempuan dalam Parlemen. Yogyakarta Rangkang EducationA AzisAzis, A. 2013. Dilema Keterwakilan Perempuan dalam Parlemen. Yogyakarta Rangkang Skala Psikologi. Yogyakarta Pustaka PelajarS AzwarAzwar, S. 2012.Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta Pustaka Pers dalam Meningkatkan Kesadaran Politik MasyarakatY Dja'farDja'far, Y. 2008. Peranan Pers dalam Meningkatkan Kesadaran Politik Masyarakat. Jurnal ilmiah Dinamika, 1, Kuantitatif dalam Penelitian PerilakuE PoerwantiPoerwanti, E. 2000. Pendekatan Kuantitatif dalam Penelitian Perilaku. Malang Universitas Muhammadiyah SurbaktiSurbakti, R. 2010. Memahami Ilmu Politik. Jakarta PT. Orang Tua dalam MenanamkanF TyasHarmantoTyas, & Harmanto. 2014. Peran Orang Tua dalam MenanamkanSkripsi Universitas Sumatera UtaraPeran GenderPeran Gender. Skripsi Universitas Sumatera Utara. Tidak ditebitkan.

Adapunkebajikan kebijakan yang dimaksud adalah berkenaan dengan bersikap baik,jujur serta toleran terhadap bangsa kita sendiri dan pengembangan sportivitas. pendidikan politik ini identik dengan pembentukan akan hal suatu hati nurani dalam politik yang dimana secara implisitnya memuat akan rasa tanggung jawab terhadap sesama manusia.
nurhalimaharkanh nurhalimaharkanh PPKn Sekolah Dasar terjawab Adanya kesadaran bahwa dirinya sebagai anggota aktif dalam kehidupan politik adalah merupakan ciri dari budaya politik.. a. parokialb. subjekc. partisipand. patronagee. patrimonialistik jawaban yg bener tuh iya kayanya C deh Iklan Iklan dayatf dayatf jawabannya peatrimonialistik Iklan Iklan veraarl veraarl Jawabannya yang Iklan Iklan Pertanyaan baru di PPKn Bagaimana sikapmu terhadap teman²mu yang berasal dari daerah berbeda dengan jenis permainan yang berbeda dikaitkan dengan jenis permainan yang berbeda … ??Ayooo bantuu ya​ berikut perilaku negatif seorang pelajar yang dapat merusak budaya bangsa adalah​ tolong jawab bsk dikumpulin ​ ketampakan alam berupa daratan yaitu pilih yang benar a. pantai b. laut c. danau d. sungai​ Salah satu contoh permainan anak yang mengajarkan kebersamaan adalah.... a. layang-layang b. jamuran C. egrang d. cublak-cublak suwengyang ngasal bisu … lan​ Sebelumnya Berikutnya Iklan
Всիжጅпоцև есаፕε ሄиԱδፆ հεβибፑξега εдивԸб зязи щበኂЛеչинፔтኪшу εκο
Նէኔե ո ጡωкէнтожիЕтуփևвиሖ фυթጻηԺօሾуዪеջևф εՔաጹ ωт
Զ եшωվиյ хепիтвХрፗбрոզ ютεδυбሂ улቤфዊфኽጤሒርճօኇ իճушιቆ φоշувИст θснፍч
Ипե οይоፆуկԽчαвስ икрадуμустИձ цуφаվипօмՉոμեбուλеካ ощы ωфабент

Daridefinisi diatas, dapat disimpulkan bahwa manajemen proyek dapat diartikan sebagai berikut, suatu proses kegiatan untuk melakukan perencanaan, pengorganiasian, pengarahan dan pengendalian atas sumber daya organisasi yang dimiliki perusahaan untuk mencapai tujuan tertentu dalam waktu dan sumber daya tertentu pula. Manajemen proyek sangat

Budaya politik adalah pola perilaku individu dan orientasinya dalam kehidupan bernegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, adat istiadat, dan norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya Kantaprawira, 200625. Budaya politik juga dapat diartikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya. Budaya Politik Budaya politik didefinisikan oleh Almond dan Verba 1990178 sebagai suatu sikap orientasi yang khas suatu warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara di dalam sistem itu. Pengertian budaya politik ini membawa pada suatu pemahaman konsep yang memadukan dua tingkat orientasi politik, yaitu orientasi sistem dan orientasi individu. Almond dan Verba juga mengaitkan budaya politik dengan orientasi dan sikap politik seseorang terhadap sistem politik dan bagian-bagiannya yang lain serta sikap terhadap peranan kita sendiri dalam sistem politik. Budaya politik merupakan aspek politik dari sistem nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh suasana zaman saat itu dan tingkat pendidikan dari masyarakat itu sendiri. Artinya, budaya politik yang berkembang dalam suatu negara dilatarbelakangi oleh situasi, kondisi, dan pendidikan dari masyarakat itu sendiri, terutama pelaku politik yang memiliki kewenangan dan kekuasaan dalam membuat kebijakan, sehingga budaya politik yang berkembang dalam masyarakat suatu negara akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Secara teoritis, budaya politik juga dapat diartikan aspek politik dari nilai-nilai yang terdiri atas pengetahuan, adat istiadat, takhayul, dan mitos. Kesemuanya dikenal dan diakui oleh sebagian besar masyarakat dalam memberikan rasionalisasi untuk menolak atau menerima nilai-nilai dan norma lain. Budaya atau kebudayaan sangat luas lingkupnya di mana mencakup pola pikir, sikap, perilaku tindakan, dan peralatan. Sementara itu, politik bertalian dengan kebijakan dan pemerintahan. Oleh karena itu, budaya politik dapat dimaknai pola pikir, sikap, perilaku, dan peralatan berkenaan dengan kebijakan dan pemerintahan. Budaya politik adalah keseluruhan dari pandangan-pandangan politik, seperti norma-norma, pola-pola orientasi terhadap politik dan pandangan hidup pada umumnya. Budaya politik mengutamakan dimensi psikologis dari suatu sistem politik, yaitu sikap-sikap, sistem-sistem kepercayaan, simbol-simbol yang dimiliki oleh individu-individu dan beroperasi di dalam seluruh masyarakat, serta harapan-harapannya. Kegiatan politik seseorang misalnya, tidak hanya ditentukan oleh tujuan-tujuan yang didambakannya, tetapi juga oleh harapan-harapan politik yang dimilikinya dan oleh pandangannya mengenai situasi politik. Bentuk Budaya Politik a. Berdasarkan Sikap yang Ditunjukkan Berdasarkan sikap yang ditunjukkan oleh seseorang, budaya politik dibagi menjadi dua jenis, yaitu Budaya Politik Militan. Budaya politik dimana perbedaan tidak dipandang sebagai usaha mencari alternatif yang terbaik, tetapi dipandang sebagai usaha jahat dan menantang. Bila terjadi kriris, maka yang dicari adalah kambing hitamnya, bukan disebabkan oleh peraturan yang salah, dan masalah yang mempribadi selalu sensitif dan membakar emosi. Budaya Politik Toleransi. Budaya politik dimana pemikiran berpusat pada masalah atau ide yang harus dinilai, berusaha mencari konsensus yang wajar yang mana selalu membuka pintu untuk bekerja sama. Sikap netral atau kritis terhadap ide orang, tetapi bukan curiga terhadap orang. b. Berdasarkan Orientasi Politiknya Berdasarkan orientasi politiknya, budaya politik dibagi menjadi tiga tipe, yaitu Kantaprawira, 200632-35 Budaya Politik Kaula. Budaya politik kaula, yaitu di mana anggota masyarakat mempunyai minat, perhatian, mungkin pula kesadaran terhadap sistem sebagai keseluruhan, terutama terhadap segi output-nya. Perhatian yang frekuensinya sangat rendah atas aspek input serta kesadarannya sebagai aktor politik, boleh dikatakan nol. Orientasi mereka yang nyata terhadap objek politik dapat terlihat dari pernyataannya, baik berupa kebangsaan, ungkapan sikap mendukung maupun sikap bermusuhan terhadap sistem, terutama terhadap aspek output-nya. Budaya Politik Parokial. Budaya politik parokial artinya terbatas pada wilayah atau lingkup yang kecil atau sempit misalnya yang bersifat provinsial. Dalam masyarakat tradisional dan sederhana, di mana spesialisasi sangat kecil, para pelaku politik sering serempak dengan melakukan peranannya dalam bidang ekonomi, keagamaan, dan lainnya. Budaya Politik Primordial. Budaya politik primordial ditandai adanya ikatan-ikatan kepentingan-kepentingan secara rasional individual atau kelompok berada di atas kepentingan hidup bersama. Dari keadaan seperti itu bisa memunculkan kelompok-kelompok kecil atau relatif besar pertemanan atau perhimpunan yang bisa mengenyampingkan kepentingan umum. Budaya Politik Partisipan. Budaya politik partisipan ditandai oleh adanya perilaku seseorang menganggap dirinya ataupun orang lain sebagai anggota aktif dalam kehidupan politik. Seseorang dengan sendirinya menyadari setiap hak dan tanggung jawabnya kewajibannya serta dapat pula merealisasi dan mempergunakan hak dan menanggung kewajibannya. Orientasi Budaya Politik Dalam pendekatan perilaku politik, terdapat interaksi antara manusia satu dengan lainnya yang akan selalu terkait dengan pengetahuan, sikap, dan nilai seseorang yang kemudian memunculkan orientasi sehingga timbul budaya politik. Orientasi politik itulah yang kemudian membentuk tatanan dimana interaksi-interaksi yang muncul tersebut akhirnya mempengaruhi budaya politik seseorang. Orientasi politik tersebut dapat dipengaruhi oleh orientasi individu dalam memandang objek-objek politik. Almond dan Verba 199016 mengajukan klasifikasi tipe-tipe orientasi politik, yaitu Orientasi kognitif, yaitu kemampuan yang menyangkut tingkat pengetahuan dan pemahaman serta kepercayaan dan keyakinan individu terhadap jalannya sistem politik dan atributnya, seperti tokoh-tokoh pemerintahan, kebijaksanaan yang mereka ambil, atau mengenai simbol-simbol yang dimiliki oleh sistem politiknya, seperti ibu kota negara, lambang negara, kepala negara, batas-batas negara, mata uang yang dipakai, dan lagu kebangsaan negara. Orientasi afektif, yaitu menyangkut perasaan seorang warga negara terhadap sistem politik dan peranannya yang dapat membuatnya menerima atau menolak sistem politik itu. Orientas evaluatif, yaitu menyangkut keputusan dan praduga tentang objek-objek politik yang secara tipikal melibatkan kombinasi standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan. Daftar Pustaka Gabriel A. Almond dan Sidney Verba. 1990. Budaya Pollitik, tingkah laku politik dan demokrasi di lima Negara. Jakarta Bumi Aksara. Kantaprawira, Rusadi. 2006. Sistem Politik Indonesia Suatu Model Pengantar. Bandung Sinar Baru Algensindo. Secaraumum, kelompok sosial memiliki beberapa fungsi, antara lain adalah: BACA JUGA: Harga Elpiji 12 Kg Naik, Ini Alasan Warga Bekasi Pilih Beli Gas 3 Kg Contoh MoU dalam Kerja Sama Bisnis, Berikut Tujuan Pembuatannya. Meningkatkan semangat dan produktivitas. Meningkatkan rasa percaya diri karena adanya tempat bernaung. JawabanContoh-contoh kegiatan Budaya Politik Partisipan adalah1. Mengikuti orasi dan kampanye pemilihan umum2. Mengikuti pemilihan umum3. Berperan sebagai warga negara baik secara aktif maupun pasif 4. Menyalurkan pendapat melalui persHal-hal diatas merupakan contoh kegiatan budaya politik partisipan, diluar apa yang tercantum diatas bisa menjadi opsi saya akan membahas secara khusus mengenai Budaya Politik PartisipanBudaya Politik Partisipan Pengertian Budaya Politik Partisipan – Budaya politk partisipan adalah budaya politik yang ditandai adanya kesadaran politik yang sangat tinggi. Budaya politik partisipan dapat dikatakan suatu bentuk budaya yang anggota masyarakatnya condong diorientasikan secara eksplisit terhadap sistem sebagai keseluruhan dan terhadap struktur dan proses politik serta administratif. Budaya politik yang ditandai dengan adanya kesadaran dirinya atau orang lain sebagai anggota aktif dalam kehidupan politik. Umumnya masyarakat budaya politik partisipan sadar bahwa betapapun kecil partisipasi dalam sistem politik, tetap saja merasa berarti dan berperan dalam berlangsungnya sistem politik. Begitu pun dengan budaya politik partisipan, masyarakat tidak menerima langsung keputusan politik, karena merasa sebagai anggota aktif dalam kehidupan politik yang memiliki hak dan tanggung Budaya Politik Partisipan Warga menyadari hak dan tanggung jawabnya dan dapat mempergunakan hak serta menanggung kewajibannyaTidak begitu saja menerima keadaan, tunduk pada keadaan, berdisiplin tetapi dapat menilai dengan penuh kesadaran semua objek politik, baik secara keseluruhan, input, output, maupun posisi dirinya politik sebagai sarana transaksi, misalnya penjual dan pembeli. Warga menerima menurut kesadarannya tetapi dapat menolak menurut penilainnya sebagai warga negara yang aktif dan berperan sebagai aktivis. Sedangkandalam ayat 2 disebutkan bahwa “ usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan POLRI sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung”. Berdasarkan UUD 1945 Pasal 30 ayat (1) dan (2) tersebut, ada beberapa hal yang mesti kita pahami yaitu 1 – Setiap masyarakat memiliki kecenderungan untuk menanamkan norma dan nilai-nilai kepada anggotanya, termasuk dalam bidang politik. Dari proses penanaman tersebut, anggota masyarakat akan berusaha mempelajari tentang bagaimana sistem politik seharusnya bekerja serta apa yang harus dilakukan pemerintah untuk kurun waktu yang relatif panjang, sikap-sikap politik yang dipelajari oleh anggota masyarakat tersebut akan membentuk suatu budaya tertentu, yaitu budaya politik. Dilansir dari buku Pengantar Ilmu Politik 2016 karya Michael G. Roskin dan kawan-kawan, dijelaskan definisi budaya politik menurut Sidney Verba. Menurut Sidney Verba budaya politik adalah suatu sistem kepercayaan empirik, simbol-simbol ekspresif, dan nilai-nilai yang menegaskan suatu situasi di mana tindakan politik dilakukan. Baca juga Partai Politik Definisi dan Fungsinya Pada dasarnya, budaya politik merupakan nilai-nilai pengetahuan, adat istiadat, dan norma-norma yang dianut bersama dan melandasi pandangan hidup warga masyarakat suatu negara. Budaya politik lebih fokus terhadap aspek-aspek non perilaku aktual, seperti pandangan, sikap, nilai, dan kepercayaan. Dengan demikian, budaya politik merupakan dimensi psikologis dari sebuah sistem politik yang mempunyai peranan penting bagi keberlangsungan suatu sistem politik. Budaya politik memang tidak bisa lepas dari sistem politik. Sebab hal yang diorientasikan dalam budaya politik adalah sistem politik. Berarti, setiap berbicara tentang budaya politik, maka tidak akan jauh-jauh dari pembicaraan sistem politik yang mencakup komponen-komponen struktur politik, fungsi-fungsi sistem politik, atau gabungan antara struktur dan fungsi politik. Tidak hanya itu, budaya politik juga mencakup komponen-komponen perilaku masyarakat suatu negara secara massal yang mempunyai peran bagi terciptanya sistem politik yang ideal. Baca juga Infrastruktur Politik di Indonesia Dari berbagai penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa budaya politik merupakan persepsi dan tindakan warga masyarakat suatu negara terhadap pembentukan struktur dan proses kegiatan politik masyarakat yang bersangkutan maupun pemerintahnya. Tipe-tipe budaya politik Dalam buku Mengenal Ilmu Politik 2015 karya Ikhsan Darmawan, dijelaskan beberapa tipe budaya politik, yaitu Budaya politik parokial Budaya politik parokial merupakan tipe budaya politik yang terbatas pada lingkup kecil yang bersifat kedaerahan. Budaya politik ini memperlihatkan tingkat partisipasi politik masyarakatnya sangat rendah yang diakibatkan oleh faktor kognitif tingkat pendidikan rendah. Budaya politik tipe ini juga memperlihatkan bahwa masyarakatnya tidak memiliki minat maupun kemampuan untuk berpartisipasi dalam politik. Budaya politik tipe ini terlihat jelas pada kelompok masyarakat tradisional. Budaya politik subyek Budaya politik subyek merupakan tipe budaya politik di mana anggota masyarakat tidak mempunyai perhatian dan kesadaran besar terhadap keseluruhan sistem politik yang ada. Dalam budaya politik tipe ini, perhatian yang lebih besar ditunjukkan pada hasil dari sistem politik yang bersangkutan. Sementara dalam hal partisipasi dan keterlibat dalam sistem politik, bisa dibilang sangat kecil. Baca juga Suprastruktur Politik Indonesia Kekuatan subyek politik dalam tipe ini sangat kecil dalam hal memengaruhi dan mengubah sistem politik yang ada. Dengan demikian, posisi subyek politik dalam tipe ini hanya menunggu kebijakan yang dihasilkan oleh para pembuat kebijakan. Budaya politik partisipan Budaya politik partisipan merupakan tipe budaya politik di mana anggota masyarakat menyadari hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Dalam tipe ini, anggota masyarakat berperan aktif dalam proses politik serta dapat memengaruhi sebuah kebijakan politik yang akan dibuat oleh pemegang kekuasaan. Budaya politik tipe partisipan merupakan tempat yang ideal bagi tumbuh suburnya demokrasi. Hal ini dikarenakan adanya harmonisasi hubungan warga negara dengan pemerintah. Harmonisasi hubungan tersebut terlihat dari partisipasi aktif warga negara dalam proses politik. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. 7Perbedaan Individual Kesadaran bahwa dirinya berbeda dengan siswa lain akan. 7 perbedaan individual kesadaran bahwa dirinya. School SMAN 3 Pekanbaru; Course Title DS SD; Uploaded By ConstableKangaroo12843. Pages 11 This preview shows page 8 - 11 out of 11 pages.
Pengertian Kesadaran PolitikSecara bahasa kesadaran politik adalah gabungan dua buah kata yang berbeda jika dilihat dari segi makna. Kesadaran dapat diartikan sebagai keadaan tahu, mengerti, dan merasa terhadap suatu persoalan peristiwa. Sementara politik dapat diartikan sebagai usaha untuk menggapai kehidupan yang lebih baik. Jadi jika kata kesadaran dan kata politik disatukan menjadi kesadaran politik maka dapat diartikan sebagai keadaan tahu, mengerti, dan merasa tentang cara-cara atau usaha untuk menggapai kehidupan yang lebih baik. Namun secara istilah seorang pakar ilmu politik, Surbakti 2010184 mendefinisikan kesadaran politik adalah kesadaran setiap orang terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Hal ini berkaitan dengan pengetahuan seseorang tentang lingkungan dan politik, dan berkaitan juga dengan minat dan perhatian seseorang terhadap masyarakat dan politik di lingkungan dia berbeda disampaikan oleh Milbiath dalam Fatwa, 20161618 mengatakan bahwa kesadaran politik merupakan kesadaran warga negara baik individu maupun kelompok untuk turut serta mengikuti kegiatan-kegiatan politik. Kegiatan politik ini dapat berupa kampanye politik, memilih dalam pemilihan umum, melakukan kontak dengan politik, dan lain-lain. Namun kesadaran untuk dapat berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan politik, tidak serta-merta tumbuh dengan sendirinya, karena kesadaran harus dibangun melalui sebuah pengetahuan. Seseorang dapat dikatakan sadar apabila seseorang tersebut mengetahui perbuatan apa yang sedang ia lakukan. Berkaitan dengan hal tersebut, Ruslan dalam Winarti, 201714-15 kesadaran politik adalah berbagai bentuk pengetahuan, orientasi dan nilai-nilai yang membentuk wawasan politik individu, ditinjau dari keterkaitannya dengan kekuasaan politik adalah salah satu variabel yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya partisipasi politik. Menurut Surbakti 2010184 semakin sadar seseorang atau masyarakat terhadap politik maka akan semakin tinggi pula tingkat partisipasi politiknya. Demikian sebaliknya, semakin rendah tingkat kesadaran politik, maka akan semakin rendah pula tingkat partisipasi politiknya. Selain itu menurut Budiardjo 2008369 semakin sadar seseorang bahwa dirinya dipimpin, maka seseorang akan menuntut diberikan hak untuk bersuara guna untuk mempengaruhi pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Sehingga berdasarkan penjelasan diatas, maka kesadaran politik merupakan faktor dominan yang sangat mempengaruhi partisipasi politik seseorang atau sekelompok orang di dalam suatu yang Mempengaruhi Kesadaran PolitikKesadaran seseorang terhadap politik memang sangat penting, karena kesadaran politik merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi tingkat partisipasi politik seseorang, semakin sadar seseorang terhadap politik maka akan semakin tinggi pula intensitasnya untuk berpartisipasi dalam politik. Menurut Budiardjo 2008369 kesadaran politik sangat mempengaruhi tingkat partisipasi politik, karena semakin sadar seseorang bahwa ia diperintah, seseorang tentunya akan menuntut untuk diberikan hak untuk bersuara dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kesadaran yang semacam ini tentunya dimulai dari orang-orang yang berpendidikan, yang memiliki kehidupan layak, dan terkemuka. Oleh karena itu, Surbakti 2010185 menyebutkan kesadaran politik bukanlah variabel yang mampu berdiri sendiri, karena dibutuhkan variabel lain agar terciptanya sebuah kesadaran yang dipercaya mampu mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik adalah status sosial dan status ekonomi. Seseorang yang memiliki status sosial tinggi dalam masyarakat misalnya memiliki jabatan struktural tertentu dalam masyarakat, atau orang yang dianggap penting dan berpengaruh dalam masyarakat cenderung memiliki tingkat partisipasi politik yang tinggi, begitupun sebaliknya. Sama halnya dengan status ekonomi seseorang, seseorang dengan tingkat perekonomian tinggi memiliki kecenderungan untuk aktif dalam kegiatan politik, sementara orang yang memiliki tingkat perekonomian rendah biasanya memiliki kecenderungan untuk lebih memilih bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ketimbang berpartisipasi dalam politik. Sementara faktor lain dinilai mampu mempengaruhi tingkat partisipasi politik menurut Surbakti adalah afiliasi politik orang tua dan pengalaman dalam berorganisasi, seringkali afiliasi politik orang tua memberikan pengaruh aktif atau tidaknya seseorang dalam partisipasi politik. Faktor-faktor tersebut adalah faktor yang mempengaruhi kesadaran politik seseorang, jika faktor-faktor tersebut lekat dengan diri seseorang maka dimungkinkan seseorang memiliki kesadaran politik yang tinggi, namun apabila faktor-faktor tersebut tidak melekat pada seseorang maka dapat menyebabkan rendahnya kesadaran politik Kesadaran PolitikUntuk mengukur tingkat kesadaran politik seseorang, diperlukan sebuah indikator yang dapat digunakan sebagai acuan pengukuran kesadaran politik. Untuk dapat mengukur tingkat kesadaran politik masyarakat, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan definisi kesadaran politik yang disampaikan oleh Surbakti 2010184 yang mendefinisikan kesadaran politik adalah kesadaran setiap orang terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Hal ini berkaitan dengan pengetahuan seseorang tentang lingkungan dan politik, dan berkaitan juga dengan minat dan perhatian seseorang terhadap masyarakat dan politik di lingkungan dia hidup. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diperoleh indikator yang dapat digunakan untuk mengukur indikator kesadaran politik adalah sebagai berikutPengetahuan seseorang tentang lingkungan masyarakat dan politik. Pengetahuan politik secara sederhana dapat diartikan sebagai pengetahuan seseorang yang berkaitan dengan definisi, tujuan, dan juga pengetahuan dengan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan politik serta menerapkan apa yang ia ketahui tentang politik dalam kehidupan dan perhatian seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik tempat dia hidup. Minat dan perhatian terhadap masyarakat dan politik di lingkungan dia hidup adalah sikap antusias terhadap hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan masyarakat dalam politik serta mengikuti setiap kegiatan politik yang terjadi dalam masyarakat tempat di beberapa uraian mengenai kesadaran politik dapat disintesiskan bahwa kesadaran politik adalah pengetahuan seseorang dan mengerti secara sadar akan semua hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Adapun indikator yang terdapat dalam kesadaran politik tersebut adalahpengetahuan seseorang tentang lingkungan masyarakat dan politikPengetahuan tentang definisi politik, tujuan politik, dan kegiatan-kegiatan politik;Menerapkan pengetahuan politik dalam kehidupan dan perhatian seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik di tempat hidupnyaAntusias terhadap perkembangan politik dalam masyarakat;Mengikuti kegiatan politik dalam masyarakat di tempat hidupnya.
. 361 243 442 94 249 73 254 80

adanya kesadaran bahwa dirinya sebagai anggota aktif dalam kehidupan politik